Sistem Sosial Masyarakat Bajawa
Arti keluarga dalam masyarakat Bajawa umumnya selain terdekat dalam bentuk keluarga inti “Sa‟o”(rumah), maka keluarga yang lebih luas ialah se pendukung satu simbol pemersatu (Satu peo,Satu ngadhu,Satu bhaga). Ikatan nama membawa hak-hak dan kewajiban tertentu,sebagai contoh sebagai anggota kekerabatan dari kesatuan adat istiadat harus taat pada kepala suku terutama atas tanah. Atas kenyataan ini maka masyarakat pendukung suku mempunyai sebuah rumah pokok (adat) dengan seorang yang mengepalai bagian pangkal “Ngadhu ulu sa’o saka pu’u”.
Semua anggota keluarga diharuskan taat juga pada kepala keluarga dengan satu prinsip yang disebut “Ulu sa’o lie ne’e teda toko sipolali” dan klen besar dari rumah-rumah klen inti itu membentuk klen kecil atau “Woe” misalnya Woe ngadhu. Secara tradisional rumah adat Bajawa sejak dulu ditandai dengan “Weti” ukiran ragam motif. Ukiran-ukiran di buat dalam sebilah papan dan diletakan pada dasar dinding panggung. Bentuk ukiran sangat bervariasi dari yang paling sederhana sampai yang bertaraf atas misalnya “sa’o, sa’o keka, sa’o lipi wisu,sa‟o dawu ngongo”. Rumah-rumah itu bergabung dalam pola perkampungan yang letaknya dibukit-bukit keliling kampung di pagari benteng batu seperti di baghi,watu api.
Sistem/pelapisan sosial di sebut “ata/riwu ga’e’’ yang memiliki hak-hak khusus dalam persekutuan adat,mengambil bagian pokok dalam upacara adat, seperti urusan konsumsi, kebersihan lingkungan pesta,akomodasi dan perlengkapan. Lapisan menengah disebut„‟gae kisa„‟ yang menjadi penengah/jembatan antara lapisan atas dan terbawah. lapisan terbawah adalah “ho’o”,yaitu orang-orang kecil atau budak.
Para istri setiap lapisan terutama pelapisan atas dan menengah disebut „’inegae/finegae„‟ dengan tugas utama menjadi kepala rumah yang memutuskan segala sesuatu di rumah mulai pemasukan dan pengeluaran. Disamping struktur-struktur tersebut, maka di kenal pula
“Mori lengi” atau “Mori nua” (mereka di hormati karena mereka adalah suku atau orang tertua yang mendirikan kampung induk), “Mori wesu tana” (tuan tanah), ”mori wesu sudu” (menetapkan saat diadakan tinju),”mori sobhi” (pemegang kalender adat), “mori sao saka puu” (kepala rumah adat).
Disamping penggolongan masyarakat berdasarkan pelapisan, maka masyarakat ngada (Bajawa) juga mengenal bebrapa organisasi sosial yang berfungsi gotong royong, sebagai contoh perkumpulan “kee kaka” (kerja sama menyumbangkan nasi yang empunya hajat). Organisasi sosial tersebut dibentuk berdasarkan pengelompokan fungsi dalam bidang pertanian (rau zo) untuk kerja bergilir, kelompok menyumbangkan tenaga, materil “suu papa suru”atau “sa’a papa laka”.
GBU
BAGUS
BalasHapus