By Theo Lering

TentangFlobamorata.blogspot.com

By Theo Lering

TentangFlobamorata.blogspot.com

By Theo Lering

TentangFlobamorata.blogspot.com

By Theo Lering

TentangFlobamorata.blogspot.com

By Theo Lering

TentangFlobamorata.blogspot.com

Tampilkan postingan dengan label adat-istiadat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label adat-istiadat. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 01 Juni 2013

Indahnya Kampung adat Takpala, ALOR-NTT

Letaknya di perbukitan, tepatnya di desa Lembur Barat Kecamatan Alor Tengah Utara. Takpala merupakan kampung tradisional suku Abui asli yang masih kental dengan adat istiadat. Dapat dicapai dengan kendaraan bermotor dengan waktu tempuh 30 menit dari Kalabahi. Keunikan budaya yang ditampilkan berupa ritual adat dan atraksi budaya.
Pengunjung yang datang akan disugukan pemandangan alam teluk Benlelang dan Rumah-rumah Adat yang unik dan masih tradisional di perbukitan yang spektakuler. Tenun ikat, Anyam-anyaman bambu, Klewang, Busur dan Anak Panah, serta ukiran-ukiran unik khas Takpala bisa dibawah pulang oleh pengunjung sebagai cinderamata.


Selayang Pandang

Kabupaten Alor di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan salah satu wilayah terluar Indonesia. Salah satu pulau di kabupaten ini, Pulau Alor, berbatasan langsung dengan Timor Leste (http://id.wikipedia.org). Pulau Alor telah lama dikenal melalui tulisan Pigafetta dalam pelayaran Magelhaens ketika mengelilingi dunia. Dikisahkan, setelah membeli rempah-rempah dari Maluku dan sebelum kembali berlayar ke Eropa, kapal Victoria yang ditumpangi Magelhaens sempat singgah di Alor pada 12 Januari 1522 (www.alorkab.go.id). Kabupaten Alor menyimpan banyak potensi yang masih alami, terutama potensi kelautan yang menjadi aset wisata andalan kabupaten yang wilayahnya berwujud kepulauan ini.
Para Turis Asing yang Berkunjung ke Takpala
Kabupaten yang beribukota di Kalabahi ini memiliki pesona taman bawah laut yang menurut Karl Muller dalam buku "East of Bali: From Lombok to Timor" (1991), termasuk salah satu taman bawah laut berkelas dunia (www.alorkab.go.id). Bahkan, Taman Laut Alor disebut-sebut sebagai taman bahwa laut terbaik kedua di dunia setelah Kepulauan Karibia di benua Amerika (www.katcenter.info). Namun, pariwisata Kabupaten Alor ternyata tidak hanya mengandalkan dari sektor wisata bahari saja. Terdapat sejumlah potensi wisata budaya yang juga menjadi kebanggaan kabupaten yang berpenduduk sekitar 150.000 jiwa ini. Salah satu yang obyek wisata nonbahari yang paling banyak dikunjungi adalah Kampung Tradisional Takpala yang berlokasi di Desa Lembur Barat, Kecamatan Alor Barat Laut, Kabupaten Alor, NTT. Desa wisata Takpala telah dikenal dunia dan hampir setiap hari ada wisatawan yang datang berkunjung, khususnya turis asing (www.pos-kupang.com). Kampung Takpala terletak di lereng bukit pada ketinggian kurang lebih 150 meter di atas permukaan laut (www.arsitekturntt.com). Kampung Tradisional Takpala menjadi aset wisata yang sudah dilindungi Peraturan Daerah Kabupaten Alor sebagai cagar budaya.

Nuansa pemandangan yang tersaji di Takpala cukup menarik karena desa ini menghadap ke laut (www.pauluswiratno.com). Dari perkampungan ini, Anda dapat menikmati keindahan Teluk Benlelang dan lingkungan sekitarnya. Sesampainya Anda di Kampung Tradisional Takpala, Anda akan disambut dengan Tari Lego-Lego oleh penduduk setempat. Tarian khas Takpala ini dilakukan secara massal dengan bergandengan tangan secara melingkar. Para penari Lego-Lego memakai busana adat, sementara rambut kaum perempuan dibiarkan terurai. Di kaki para penari, dipasang gelang perak yang akan memantulkan bunyi gemerincing jika digerakkan (Bentara Wisata, 16 Maret 2007). Tetabuhan gong dan gendang dari kuningan atau moko mengiringi polah para penari yang bergerak rancak sambil mengumandangkan lagu dan pantun dalam bahasa adat setempat.

Tari Lego-Lego
Tari Lego-Lego
Biasanya, Lego-Lego ditarikan selama semalam suntuk. Anda dan para pengunjung lain pun bisa turut menari bersama warga masyarakat Kampung Takpala. Menurut tetua adat setempat, Lego-Lego yang menjadi tarian khas Suku Abui, warga asli Takpala, merupakan lambang kekuatan persatuan dan persaudaraan (Bentara Wisata, 16 Maret 2007). Dalam legenda dikisahkan bahwa Suku Abui adalah pendiri kerajaan tertua yang pernah ada di Alor, yaitu Kerajaan Abui di pedalaman pegunungan Alor

Tari Lego-Lego dilakukan dengan mengelilingi tiga batu bersusun berbentuk lingkaran yang disebut mesbah. Konon, mesbah dibangun masa prasejarah dengan mengorbankan kepala manusia sebagai tumbal. Persembahan kepala manusia itulah yang membuat mesbah menjadi dikeramatkan (www.katcenter.info). Ketiga mesbah yang disakralkan itu melambangkan tiga kelompok yang terdapat dalam Suku Abui, antara lain Suku Kapitang yang merupakan suku perang, Suku Aweni yang terdiri dari kaum raja/bangsawan, dan Suku Marang atau suku perantara. Setiap suku memiliki wewenang sesuai kedudukannya masing-masing. Biasanya, ketiga kelompok suku ini saling berinteraksi saat menjalankan suatu pekerjaan. Misalnya, sebagai suku raja, Suku Marang memberi perintah kepada Suku Aweni untuk disampaikan kepada Suku Kapitang agar pergi berperang (Bentara Wisata, 16 Maret 2007).

Keistimewaan

Selain Tari Lego-Lego, yang menjadi daya tarik Kampung Takpala adalah rumah-rumah tradisional Suku Abui yang biasa disebut dengan nama Rumah Lopo. Anda bisa berjalan-jalan dan melihat-lihat keunikan rumah adat yang masih digunakan sebagai tempat tinggal tersebut. Rumah adat yang masing-masing dihuni oleh sekitar 13 kepala keluarga itu terdiri dari dua jenis rumah, yakni Kolwat dan Kanuruat. Rumah Kolwat terbuka untuk umum, siapapun boleh masuk termasuk anak-anak dan perempuan. Sedangkan yang boleh masuk ke rumah Kanuruat hanya kalangan tertentu. Anak-anak dan perempuan dilarang keras memasuki rumah Kanuruat, jika dilanggar akan menimbulkan penyakit di mana proses penyembuhannya harus dilakukan dengan upacara adat (Bentara Wisata, 16 Maret 2007).

Rumah adat Takpala terbuat dari bambu dan berbentuk piramida, beratap alang-alang, serta disangga oleh 6 tiang yang terbuat dari kayu merah. Di bagian atas rumah terdapat ornamen berbentuk tangan terbuka sebagai simbol permintaan berkat kepada Yang Maha Kuasa. Setiap Rumah Lopo memiliki tiga lantai. Lantai paling bawah berfungsi sebagai dapur dan ruang tidur, lantai dua digunakan untuk menyimpan jagung atau bahan makanan lainnya, dan apabila lantai dua sudah penuh, bahan makanan itu bisa disimpan di lantai tiga yang juga berfungsi sebagai gudang. Lantai dua juga sering digunakan untuk menjamu tamu-tamu yang datang. Bisa jadi, oleh pemilik rumah Anda akan dijamu dengan segelas kopi manis (www.ascensionatsea.net).

Rumah Adat Takpala
Rumah Adat Takpala

Lantai paling atas juga sering dimanfaatkan untuk menyimpan barang-barang berharga, termasuk untuk menyimpan moko atau nekara. Moko adalah gendang dari kuningan yang merupakan warisan budaya perundagian dari zaman perunggu (diperkirakan antara tahun 1.000 hingga 500 Sebelum Masehi). Selain digunakan untuk mengiringi Tari Lego-Lego, moko juga berfungsi sebagai bagian dari ritual perkawinan adat Takpala untuk mas kawin atau belis dalam bahasa adat setempat (www.katcenter.info). Cukup sulit memisahkan peran moko dalam kehidupan masyarakat Alor, terutama dalam ritual perkawinan adat.

Moko khas Alor tergolong dalam nekara tipe Pejeng seperti yang ditemukan di Gianyar, Bali. Bentuk dasarnya lonjong seperti gendang, ada pula yang berbentuk gendang besar. Pola hiasnya beragam tergantung tahun pembuatannya, yang kebanyakan sekarang di Alor adalah mirip dengan yang ada pada zaman Majapahit. Ada pula jenis ragam hias moko yang merupakan hasil produksi pada zaman kolonial, sebelum Indonesia merdeka (www.alorkab.go.id). Nah, terkait dengan pernikahan adat Suku Abui di Kampung Takpala, Anda juga bisa mengikuti prosesi tata cara perkawinan itu serta menikmati kesakralan dan keunikannya. Selain itu, Anda juga bisa berbelanja moko untuk dijadikan buah tangan atau untuk menambah koleksi barang-barang unik Anda.

Moko, Tradisi Masyarakat Takpala.
Selain Tari Lego-Lego, Rumah Lopo, dan pernikahan adat Suku Abui, masih ada banyak hal menarik lainnya yang bisa Anda temui di Kampung Tradisional Takpala seperti Upacara Belanga Moko dan melihat-lihat koleksi benda-benda tradisional serta hasil kerajinan penduduk Takpala. Meski belum terdapat toko-toko yang khusus menjual barang-barang khas Takpala, Anda dapat membeli langsung di rumah-rumah penduduk. Terkadang ada pula sejumlah warga yang menggelar dagangannya di depan rumah atau di beberapa tempat tertentu di Kampung Takpala. Anda bisa melakukan tawar-menawar dalam transaksi jual beli itu. Barang-barang asli Takpala yang bisa Anda beli untuk dijadikan oleh-oleh antara lain moko, tenun ikat, klewang (tempat sirih), cakalele, busur panah atau senjata-senjata tradisional yang lain, dan benda-benda lainnya.


Lokasi

Secara administratif, Kampung Tradisional Takpala terletak di Dusun III Kamengtaha, Desa Lembur Barat, Kecamatan Alor Barat Laut, Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Batas-batas geografis wilayah Kampung Takpala antara lain: sebelah utara berbatasan dengan Laut Flores, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Lembur Tengah dan Desa Welai Selatan, sebelah timur berbatasan dengan Desa Likwatang, serta sebelah Barat berbatasan dengan Desa Lembur Barat (www.arsitekturntt.com).

Akses

Akses menuju Kabupaten Alor sekarang sudah jauh lebih mudah. Dari Kupang, ibu kota Provinsi NTT, tersedia pesawat terbang ke Alor yang beroperasi lima kali dalam seminggu. Bahkan, ada juga maskapai pesawat yang melayani rute dari Surabaya dan Jakarta ke Bandara Mali di Alor. Sedangkan bagi Anda yang memilih menempuh perjalanan lewat jalur laut, Anda bisa memanfaatkan layanan kapal ferry. Layanan kapal laut dari Kupang ke Alor tersedia dua kali dalam seminggu (www.denmasdeni.wordpress.com).

Setelah sampai di Kalabahi, ibu kota Kabupaten Alor, Anda bisa meneruskan perjalanan ke Kampung Takpala dengan menggunakan ojek sepeda motor dengan ongkos Rp20.000,- sekali jalan. Jarak antara Kalabahi dengan Takpala adalah sekitar 13 kilometer yang bisa ditempuh dalam waktu 20 menit sampai 30 menit (www.alorguide.blogspot.com). Jika Anda memilih menumpang kendaraan umum, Anda dapat berangkat dari Terminal Kalabahi dan naik bus jurusan Bukapiting, kemudian turun di Takalelang di Desa Lembur Barat. Dari sini Anda bisa langsung meneruskan ke Kampung Takpala dengan naik motor ojek atau berjalan kaki.

Akomodasi dan Fasilitas Lainnya

Busur Panah Bisa Dibeli sebagai Buah Tangan
Busur Panah Bisa Dibeli sebagai Buah Tangan

Meski belum sepopuler obyek wisata bertaraf internasional lainnya yang ada di Indonesia, namun obyek-obyek wisata di Kabupaten Alor, termasuk Kampung Tradisional Takpala, sudah cukup sering dikunjungi wisatawan mancanegara. Untuk itulah, Pemerintah Kabupaten Alor terus berusaha meningkatkan promosi serta publikasi yang disertai peningkatan fasilitas sarana dan prasarana untuk mendukung pariwisata di Alor.
Setelah mengnjungi obyek wisata Kampung Tradisional Takpala, Anda bisa beristirahat di hotel atau penginapan yang terdapat di Kalabahi. Di ibu kota Kabupaten Alor itu telah tersedia cukup banyak hotel atau penginapan dan fasilitas umum lainnya, seperti bank, restoran atau rumah makan, telepon umum, kantor pos dan giro, serta fasilitas publik lainnya (www.setyanovanto.info). Atau jika Anda tidak punya cukup waktu untuk kembali ke Kalabahi, penduduk Kampung Takpala dengan senang hati menyediakan rumah mereka sebagai tempat untuk Anda beristirahat.



Sumber : www.wisatamelayu.com
              www.ascensionatsea.net
              www.transnusa.co.id

Senin, 15 April 2013

Sekilas Kabupaten Manggarai Barat 1

     Dari aspek kebudayaan, Kabupaten Manggarai Barat memiliki beberapa kekayaan riil yang memerlukan sentuhan program dan pemberdayaan dalam pembangunan. Masyarakat Kabupaten Manggarai Barat dewasa ini merupakan hasil dari sebuah proses sosial yang intesif antara “orang asli ‘ Manggarai dengan pendatang.  Bahasa - Bahasa yang digunakan di Kabupaten Manggarai Barat termasuk rumpun bahasa austronesian , malayo-polinesian , central -eastern , central–malayo-polenesian, Bima-Sumba. Wilayah Kabupaten Manggarai Barat didiami oleh beberapa suku baik itu suku asli maupun pendatang yaitu Suku Manggarai, Bajo, Bima, Selayar, Komodo dan suku lain (seperti Ende, Sikka, Sumba, Timor, Jawa dan lain-lain). Suku asli adalah suku Manggarai yang banyak bermukim di pedalaman. Suku Bajo dan Bugis menurut sejarah keduanya berasal dari satu keturunan yaitu Keturunan Gowa di Sulawesi Selatan. Suku Bajo lebih dahulu menetap di Labuan Bajo.

manggarai barat

      Mata pencaharian Adat istiadat masyarakat Manggarai Barat sangat berkaitan erat dengan sistem mata pencaharian masyarakat. Oleh sebab itu sistem mata pencaharian merupakan bagian dari unsur budaya masyarakat. Sistem mata pencaharian masyarakat di Manggarai Barat pada umumnya adalah nelayan, petani dan pedagang. Di Manggarai Barat, Suku Manggarai pada umumnya menggeluti bidang pertanian, sementara Suku Bugis pada umumnya di bidang perdagangan, dan Suku Bajo serta Bima menggantungkan diri dari hasil laut, sesuai tradisi nenek moyang mereka. Masyarakat yang mendiami wilayah Manggarai Barat didaratan Pulau Flores (sebagai pulau utama) mendominasi bidang pertanian, sementara masyarakat yang mendiami pulau-pulau kecil lainnya tersebar di dalam dan di sekitar wilayah Taman Nasional Komodo mendominasi pekerjaan sebagai nelayan dan berdagang. Adanya perkembangan masyarakat menuju budaya perkotaan terasa di Kota Labuan Bajo, masyarakat Labuan Bajo yang dulunya dominan bekerja di perikanan laut, bergeser ke sektor jasa dan perdagangan yang mendukung kegiatan pariwisata. 

manggarai barat

      Hubungan kekerabatan Hubungan kekerabatan/kekeluargaan dipahami sebagai hubungan yang terjalin karena pertalian darah perkawinan, karena tempat tinggal yang berdekatan, dan pergaulan hidup sehari-hari. Ada beberapa pengelompokan hubungan kekerabatan/kekeluargaan menurut budaya Manggarai, yaitu asekae (keluarga patrilineal), pa’ang ngaung (keluarga tetangga), anak rona- anak wina/woenelu (keluarga kerabat istri dan keluarga kerabat penerima istri), da hae reba (kenalan terdekat).

tua-tua adata manggarai barat

        Tua-tua adat Jabatan tua-tua adat di Manggarai yang berlaku hingga sekarang adalah tua kilo/ tua panga, tua olo, tongka, tua teno. Tua kilo/tua panga menunjuk pemimpin adat dalam masyarakat yang dipilih berdasarkan musyawarah bersama. Tua Golo bertugas untuk memimpin sidang warga kampung yang menyangkut kampung. Tua Teno adalah kepala bagi tanah ulayat. Tongka berfungsi sebagai juru bicara dalam acara perkawinan, antara keluarga kerabat yakni keluarga kerabat anak rona dan keluarga kerabat anak wina (www.manggaraibaratkab.co.id).




Upacara Adat Reba bhaga Kabupaten Bajawa

      Sesudah upacara tege kaju dilanjutkan dengan reba bhaga. Bhaga adalah miniatur sa’o yang didirikan di tengah kampung. Pada zaman dahulu ada orang yang di tugaskan untuk 10 menjaga khusus untuk tinggal di bhaga.

     Disamping bhaga ada ngdhu yaitu tiang pemali berukir, tempat menambat kerbau yang akan dikorban kan untuk upacara-upacara tertentu dalam kampung, misalnya ka sa’o, kenduri dan lain-lain.

    Reba bhaga dilaksanakan didalam bhaga diawali dengan pengucapan mantra zi’a ura manu dengan ujud reba bahga. Pesta reba bhaga cuma beberapa orang saja. Urat hati dan empedu ayam harus diamati untuk mengetahui tanda-tanda atau ramalan.


Upaca lainnya dalam adat Rebha kabupaten bajawa :

Klik Adat Paki sobhi

Klik Adat Rebha

Klik Adat Tegekaju/kuju lasa 


GBU

Upacara adat Tege kaju / kuju lasa Kabupaten Bajawa

      Setelah upacara rebha dikebun, sore harinya ada upacara teg’e kaju secara harafiah tege kaju artinya masukan kayu (kayu api) kedalam sa’o (rumah adat) kayu api ini sudah dipotong dan dikeringkan kurang lebih satu bulan menjelang reba kayu-kayu itu dikumpulkan dipadha sa’o yaitu jenjang pertama sa’o, sa’o memiliki tiga jenjang lantai yaitu pertama padha,  kedua teda dan jenjang ketiga one. 

     Pelaksanaan upacara teg’e kaju harus dimulai dari rumah adat. Kayu dimasukan ke on’e sa’o dan diletakan di atas para-para (ke’e)yang berjarak kurang lebih 1,5 meter diatas tungkuh api didalam rumah adat. Kayu api tersebut disiapkan untuk dipakai selama upacara reba, Jenis kayunya harus kayu isi supaya bara api tetap ada, sebab selama perayaan reba masing-masing rumah tidak boleh meminta api dari rumah lain, dan selama perayaan reba tidak boleh ada yang ke kebun sebab panenannya bisa gagal.

     Yang dimaksud paling pertama ialah kaju lasa yaitu kayu reba yang belum kering betul. Kaju lasa ini ada 12 batang diletakan tersendiri paling bawah yaitu bagian bawa para-para. Kayu –kayu lain dimasukan kemudian, disusun menumpuk ke atas. Bila masa pesta reba telah selesai namum kayu-kayu tersebut masih ada maka kayu tersebut boleh digunakan untuk masak. Sedangkan kaju lasa tidak dibolehkan dipakai namun tetap disimpan sampai waktu perayaan reba tahun berikutnya. Posisi kayu dimasukan kedalam sa’o adalah bagian pangkal duluan . 

    Filsafatnya olo pu’u dhra olo lobo tupu tapa. Secara harafiah artinya kalau duluan pangkal lancer, kalau duluan pucuk akan tertahan ranting atau cabang. maka simbolisnya : segala urusan harus dimulai dari bawa atau dasar kalau dimulai dari atas akan tertahan atau terhalang. Teknik masukan kayu seseorang berdiri di padha sa’o mengambil kayu satu paersatu diberikan kepada seseorang lain yang berdiri di teda lalu diteruskan kepada seorang lainya yang sudah berdiri didalam sa’o dan menyusun keatas para-para. Sesudah kayu dimasukan semua dilanjutkan dengan upacara pemotonngan ayam didalam sa’o untuk mengesahkan upacara tege kaju tersebut. Sebelum ayam dipotong, salah seorang pemangku adat dari sa’o tersebut mengucapkan mantra zia ura manu untuk pengesahan upacara tege kaju selanjutnya saluruh warga sao (ana sa’o) besama-sama makan minum perjamuan tege kaju tersebut intinya adalah makan ber sama. Masalahnya bukan banyak sedikitnya makanan tetapi seperti filsafat "ka papa fara inu papa resi" yang artinya "makan bersama dari satu wadah, minum bergilir dari satu cangkir".

Upacara Adat Rebha Bajawa

      Rebha adalah salah satu upacara persiapan reba yang dilaksanakan pada pagi hari pertama sebelum kobe dheke. Upacara rebha dilaksanaan pada pagi hari di kebun atau diladang sebelum upacara persiapan berikunya yaitu tege kaju lasa. Rebha dilaksanakan untuk memohon berkat Tuhan melalui arwah leluhur agar tujuan tanaman (ngaza lima zua) tumbuh subur dan menghasilkan panen berlimpa. Tanama-tanaman tersebut adalah pare (padi), ha‟e (jagung), hae lewa (jagung solor), wete (jewawut) dan hobho (kacang-kacangan) tanaman ini di tanam didalam kebun atau ladang.

adat bajawa

      Proses upacara rebha sebagai berikut ; Beberapa orang dari masing-masing suku /warga rumah adat berangkat dari sa’o (rumah adat) menuju kebun membawa serta parang, piso,seekor ayam kecil , satu buah kelapa muda yang masi kecil (nio boko) dan nasi. Dikebun mereka langsung menuju ke sebuah tempat didalam kebun yang bernama mata tewi , mata tewi merupakan sebuah tempat yang berukuran kira-kira 2x2 m. 

     Tempat persemayan uwi , pada keempat sudut kebun itu ditanami uwi, sedangkan di tengahnya tanam tanaman yang laen, sebelum melakukan penanaman bibit uwi seorang yang lebih tua mengucapkan semacam "manra zi’a ura manu" untuk menyatakan ujud pelaksanaan upacara tersebut Syair zia ura manu :

 Zi’a ura manu dia 
 Dia kami da rebha uma
 Raba go ngaza lima zua wi lowa
Dia kami nge nuka reba
 Manu kau ura zia 
 Bhoko se wolo jali jo 
 Da lewa noze nea 
 Kiki kaba ne’e we’a
 Pedhu kau bodha wela olo

Artinya :

semoga dengan upacara pemotongan ayam untuk rebha
ini kami akan merebha kebun
agar tanaman yang di tanam bertumbuh subur
kami persembahkan darah ayam ini bagi keselamatan peryaan reba di kampong
(ayam semoga urat, empedumu menunjukan tanda baik
tanam terbaris rapih
yang tinggi dipangkas sehinggah subur
dapat menghasilkan kerbau dengan emas
semoga penyakit tersingkir jauh

       Setelah zi’a ura manu lalu ayam di potong dan di bakar dibelah untuk melihat isi perutnya, dan si pengucap mantra tadi harus melihat kondisi urat hati, empedunya.melalui pengamatan kondisi urat hati, dan empedu ayam akan tanpak petunjuk-petunjuk tertentu seperti akan terjadi kelaparan, tanaman tumbuh subur atau berhasil,dan lain-lain. 

      Setelah itu darah ayam dioleskan batu lanu dan daun-daun tanaman tadi yang dipetik dan diikat menjadi satu, kemudian salah seorang membakara ayam tadi dan yang lainya berjalan keliling kebun untuk rebha daun tanaman tadi dioleskan dengan darah ayam di celupkan kedalam buah kelapa muda setelah di lubangi bagian matanya, kemudian mereka berjalan keliling kebun memercik tanaman di seluruh kebun sambil beteriak lowa-lowa-lowa (lowa artinya bertumbuh terus) terakhir kelapa muda tadi di telingkupkan pada salah satu kayun patok teras kebun za’i/ulu kemudian mereka makan nasi serta daging ayam yang dibakar. 

       sebelum dimakan mereka harus memberikan sesajean kuwi bagi leluhur berupa nasi dan hati ayam. pada waktu kuwi /memberikan sesajian harus diucapkan mantra berikut :

 Dia ine ema ebu kajo  
 Kami da puju kuwi
 Ka papa fara inu papa pinu 
 Kami nenga raba go buku reba
 Dhegha go buku ngata sili anan wunga 

artinya :

ini para leluhur nenek moyang
kami memberimu sesajen
makanlah bersama ,minumlah bergilir
kami akan merayakan adat budaya reba
mengenang adat budaya sili ana wunga


Terdapat juga upacara adat lainnya yang merupakan bagian dari upacara Rebha di bajawa diantaranya :

Upacara Adat Paki Sobhi

Upacara adat Tegel kaju/Kaju Lasa


Maaf jika ada kesalahan dalam postingan dan terima kasih sudah membaca

GBU

Upacara Adat Paki Sobhi

       Upacara ini merupakan Salah satu perayaan awal Upacara Adat Reba Paki sobhi pembuatan sisir dari bambu yang digunakan sebagai kalender adat yang dilakukan pada hari pertama, awal perayaan reba sebelum kobe dheke. 


rebha bajawa
   Sobhi dibuat dari bantang bambu aur sepanjang 20 cm di buat bentuk jari-jari atau urat sisir sebanyak 13 jari atau urat. Dengan hitungan tiap bulan baru muncul di bagian barat, satiap jari atau urat dipatahkan begitu seterusnya. Ketika tinggal satu jari atau sisir ke 13 itu berarti waktu untuk melaksanan upacara reba. Sebelum acara reba ada satu tahapan adat namanya soka soka uwi artinya seluruh pujaan tentang tanaman uwi-uwi hawut pertandanya reba. Syair soka uwi sebagai berikut:

 O uwi e….. 
 O uwi e….. 
 Ulu mena kutu ko’e koe dhano ana ko’e 
 Ulu zele hui moki moki dhano bhai moli
 O uwi e….. 
 O uwi e ....

artinya : 
(ketimur babi landak gali meski di gali tetap masih ada)
(kebarat babi hutan sungkur, meski sungkur juga takaan habis ) 

Makna bebas: "uwi" adalah tanaman simbol sumber kehidupan yang tak kan bisa punah meski dikonsumsi oleh hewan dan manusia

Setelah tahapan Upacara Adat Paki Sobhi dlakukan maka Upacara adat "Rebha dan Tege kaju" dapat dilaksankan.

Untuk Upacara Adat Rebha silahkan klik DISINI

dan

Untuk Upacara Adat Tege Kaju/Kuju Lasa silahkan klik DISINI



Maaf jika ada kesalahan dalam postingan ini

GBU

Jumat, 12 April 2013

Nilai Moral ADat Istiadat Kabupaten Ngada Bajawa

Kabupaten Ngada memiliki beberapa acara adat tradisional dan tersimpan nilai-nilai moral, berikut ini  acara adat yang ada di dikabupaten Ngada :

moral adat bajawa


1. La‟a Sala

Suatu perkawinan yang dilakukan pasangan yang masih mempunyai hubungan darah.
misalnya: anak menikah dengan ayahnya atau saudara laki-laki dengan saudari perempuannya. Termasuk pelanggaran moral.

2. Reba

Pesta adat tradisional yang dilakukan oleh masyarakat Bajawa dalam setahun sekali untuk mensyukuri hasil panen

3. Bere Tere

Suatu acara adat,dimana seseorang laki-laki bersama keluarganya masuk pertama kali kerumah perempuan atau perkenalan

4. Ka Sa‟o

Upacara yang dilakukan untuk masuk rumah adat yang baru/rumah baru.

5. Idi Ngawu

Pihak laki-laki membawa belis pada pihak perempuan sebelum menikah.

6. Golo

Kematian yang tidak wajar,seperti dibunuh,ditabrak dll. Kematian seperti ini jenazahnya tidak boleh di simpan di dalam rumah harus berada di luar rumah.

7. Sagi

Tinju adat yang dilakukan setahun sekali khususnya di kecamatan so‟a.

8. Kiki Ngi‟i

Simbol pemotongan gigi yang dilakukan hanya pada perempuan yang sudah dewasa.

Kamis, 11 April 2013

Filosofi ADAT Kabupaten Ngada Bajawa

Filosofi ADAT Kabupaten Ngada Bajawa


1. Filosofi Ngadhu dan bhaga.


Dalam filosofi masyarakat Bajawa menyebutkan:

 "Mula ngadu tau tubo lizu,kabu wi rawe nitu, lobo wi soi dewa" 
 "mendirikan ngadu menjadi tiang penyangga langit dan akar mencengkram kuat kedalam bumi serta ujungnya menjulang mencapai Allah"

 Begitulah kewajiban setiap woe di Ngada (Bajawa), menegakan simbol kehadiran leluhur lelakinya yang demikian eratnya dibumi mesra bersama cucunya, walau hanya kenangan didalam setiap langkah kehidupan anak cucu turunannya, sekaligus sebagai perantara menemui sang ilahi. Bhaga dalam monumen, pengganti rupa dari leluhur pokok perempuan dari setiap woe di Ngada. Dengan demikian , ngadhu dan bhaga adalah monument pengganti rupa dari suami istri sebagaimana diungkapkan dalam bahasa budaya Ngada “Ngadhu he‟e bhaga wi radakisa nata” yang berarti ngadhu dan bhaga menaungi halaman kampung.

2. Filosofi kekudusan-kesucian para leluhur (Go Milo/Go zio milo).

      Pada hari kelahiran seorang anak,suatu tradisi si ibu dan si anak diperciki dengan air kelapa merah seraya menyebutkan ”dia wi zio milo rasi higa”, artinya "keadaan yang suci,kekudusan". Mereka dimandikan supaya menjadi bersih dan suci adanya.Acara ini diperintahkan dan diteguhkan dengan ajaran ”pui loka oja pe‟i tangi lewa dewawi dhoro dhega”, artinya tempat suci sebagai simbol hati nurani manusia yang berkenaan kepada sang ilahi atau leluhur. Hanya orang-orang tertentu yang boleh mengantarkan sembahan atau sesajian ketempat itu. Bila dikaitkan dengan keyakinan kristiani loka oja itu tidak saja tempat alamiah,tetapi juga simbol hati nurani manusia yang berkenaan pada Allah, agar menjadi tempat yang layak bagi Allah. Kewajiban menjaga kebersihan diri sudah diterapkan sejak dini, sejak usia memasuki kehidupan bermasyarakat terutama menjelang usia perkawinan. Kesucian, bersih diri, keperawanan hidup itu sudah diawasi dan dijaga sampai saat menjelang perkawinan.karena itu,perkawinan sudah dianggap sebagai suatu panggilan hidup. 

3. Filosofi wi pegi kage suli ngi’i

      Adalah ungkapan yang menunjukan tujuan dan hidup perkawinan trdisi itu, yakni keturunan,anak pengganti atau pelanjut peran orang tua. 

Maka kelahiran seorang diibaratkan seperti menanam atau menggantikan gigi,memasang tananam kembali gigi yang telah tak tumbuh lagi,dalam arti patah tumbuh hilang berganti,ada generasi penerusnya.

Perkawinan tradisi Ngada (Bajawa) bertujuan untuk saling mmembahagiakan antara suami dan istri dan memperoleh keturunan,anak patut dibanggakan dikenal dengan ”wi yie sama jora ngasa,wi kako sama manu jago”, artinya meringik seperti kuda jantan dan berkokok seperti ayam jantan kebanggaan yang berbicara penuh wibawa.
Asas dan dasar perkawinana tradisi diatas menjadi asas dan dasar hidup perkawinan orang Ngada (Bajawa) serta diterapkan melalui ajaran pokoknya, yakni “Sui Uwi”, kemudian itu menyangkut pula tata tertib hidup, tingkah laku serta pengembangan kehidupan sosial ekonomi dan gaya kepimimpinan tradisi Ngada (Bajawa).

GBU

Kamis, 04 April 2013

Adat Perkawinan di sikka

    Urusan perkawinan antara pria dan wanita merupakan pertalian yang tidak dapat dilepaskan. Hubungan yang menyatu itu terlukis dalam ungkapan  

"Ea Daa Ribang,Nopok, Tinu daa koli tokar"

"Pertalian kekrabatan antara kedua belah pihak akan berlangsung terus menerus 
dengan saling memberi dan menerima sampai kepada turun temurun"

Norma-norma yang mengatur perkawinan ini dlam bahasa hukum adat yang disebut Naruk dua - moang dan kleteng latar yang tinggi nilai budayanya.
Unkapannya antara lain :
"Dua naha nora ling, nora weling
Loning dua utang ling labu weling
Dadi ata lai naha letto -wotter"
Artinya :
"Setiap wanita mempunayi nilai, punyai harga, 
sedangkan sarung dan bajunya juga mempunyai nilai dan harga, 
sehingga setiap lelaki harus membayar."

"Ine io me tondo
Ame io paga saga
Ine io kando naggo
Ame io pake pawe"
Artinya :
"Ibulah yang memelihara dan membesarkannya
Ayah yang menjaga dan mendewasakannya
Dan ibu pula yang memberikannya perhiasan
Ayah memberikannya sandang."

perkawinan adat maumere
      Ungkapan ini memberi keyakinan bahwa martabat wanita sangat dihargai, oleh karena itu maka pihak klen penerima wanita Ata lai harus membayar sejumlah belis kepada klen pemberi wanita ata dua sesudah itu baru dinyatakan perkawinan seluruh prosesnya syah. Di Sikka /Krowe umumnya bentuk perkawinan adalah patrilinial, sedangkan yang matrilinial hanya terjadi di wilayah suku Tanah Ai di kecamatan Talibura.

Tahap-tahap perkawinan dapat dilakukan seraya memperhatikan incest dan perkawinan yang tidak dilarang itu maka ditempulah beberapa tahapan:

(1) Masa pertunangan, semua insiatif harus datang dari pihak laki-laki, kalau datang dari pihak wanita maka selalu disebut dengan ungkapan waang tota jarang atau rumput cari kuda atau tea winet (menjual anak/saudari)
Seorang gadis dibelis dalam 6 bagian: Kila, belis cicin kawin; Djarang sakang, (pemberian kuda); wua taa wa gete, bagian belis yang paling besar dan mahal; inat rakong, belis lelah untuk mama; bala lubung, untuk nenek; ngororemang (mereka yang menyiapkan pesta).

(2) Perkawinan, sebelum abad 16 di desa Sikka/Lela perkawinan biasanya hanya diresmikan di Balai oleh raja atau pun kadang-kadang di rumah wanita, setelah semuanya sudah siap maka acara perkawinan ditandai dengan mendengar kata-kata pelantikan dari raja, wawi api - ara pranggang, kata-kata yang diucapkan adalah:

Ena tei au wotik weli miu, hari ini ku beri kamu makan
wawi api ara pranggang, daging rebus dan nasi masak
miu ruang dadi baa nora lai, jadikanlah kamu istri dan suami 

lihang baa nora lading, dan terikatan seluruh keluarga
gae weu (eung) miu ara, makanlah kamu nasi ini
pranggang, agar menjadikan istri dan
dadi baa wai nora lali, suami minulah saus daging
minu eung wawi api, ini agar eratlah
genang lihang nora ladang, seluruh keluarga.

Ucapan itu diiringi penyuapan daging dan sesuap nasi oleh tuan tanah/raja kepada kedua mempelai .


Pada waktu masuk agama Katolik, maka ungkapan-ungkpan di atas tetap dipakai namun proses penikahan sesuai dengan aturan agama Katolik dan diberkati oleh Pastor.

Ada beberapa tahap dari acara perkawinan secara adat Sikka/Krowe:

(1) Kela narang, pendaftaran nama calon pengantin di kantor Paroki yang dihantar oleh orang tua masing-masing bersama dengan keluarga

(2) A Wija/A Pleba, keluarga ata lai melaukan kegiatan mengumpulkan mas kawin secara bersama-sama dengan keluarga

(3) Dipihak ata dua terjadi pengumpulan bahan-bahan pesta untuk membuat sejenis kue tradisional yaitu bolo pagar dan mendirikan tenda pesta.

(4) Sebelum ke gereja keluarga berkumpul di rumah mempalai wanita. Keluarga penerima wanita atau ata lai bertugas menjaga kamar pengatin.

(5) Tung /tama ola uneng, acara masuk kamar pengantin jam 21.00-22.00 malam diiringi kedua ipar masing-masing. Pengatin pria/wanita di hantar ke kamar oleh Age gete dengan nasehat kalau sudah ada di kamar bicara perlahan-lahan

(6) Weha bunga sekitar jam 05.00 pagi para pengawal kamar pengantin, ae gete dari Keluarga ata lai menaburkan bunga pada kamar pengantin sebagai lambang harum semerbak bagi kedua pengantin.

Adat Meminang Sikka-Krowe

      Perkawinan bisa dilihat sebagai sesuatu yang mutlak dan penting bagi kehidupan. Karena itu orang Sikka sendiri punya keyakinan bahwa perkawinan bersifat tak terceraikan. Hal ini juga terjadi dalam adat-istiadat setiap daerah. kali ini kita akan membahas tentang perkawinan di kabupaten sikka, kota maumere.

Lemer watu miu ruang, wawak papang miu ruang,
naha mate ko belung, naha bleut ko boar”. 

Itu merupakan kata-kata adat dalam sebuah perkawinan kabupaten sikka.Yang Artinya:

"susah senang sama--sama, mati dulu baru dilepas,
 tapi bukan mati saja melainkan sampai hancur". 

     Perkawinan dipandang sebagai persatuan antara laki-laki dan perempuan memiliki tujuan yang sangat mulia, yakni melestarikan kehidupan manusia melalui keturunan atau kelahiran anak.
Berikut ini adalah tahapan-tahapan dalam mewujudkan dua anak manusia dalam sebuah perkawinan yang sakral dalam adat budaya Sikka-Krowe.

Tahapan Persiapan Perkawinan dalam adat Sikka-Krowe meliputi Persiapan Pembelisan,Pemberian Pembeliasan,Hari Peresmian Perkawinan.

     Apa itu Etnis Sikka Krowe? Sikka-Krowe adalah sebutan khas untuk sebuah suku yang terdapat dalam wilayah Kabupaten Sikka.Sikka adalah nama yang menunjukan sebuah kampung tradisional di pantai selatan Kabupaten Sikka yang di kenal dengan Sikka Natar (Kampung Sikka), Krowe adalah orang pedalaman yang tinggal mulai dari Desa Nele di Kabupaten Sikka menuju arah Timur sampai Tanah Ai (wilayah kecamatan yang ada di timur Kabupaten Sikka,Flores).

     Tahap pertama dalam persiapan perkawinan adalah "pano ahu". Pano ahu berarti merintis jalan. Di sini tanta/tente (na'a/a'a dalam bahasa Sikka) memegang peran kunci untuk mencari informasi lebih jauh tentang si gadis. Secara sengaja atapun tidak sengaja tanta akan bertandang ke rumah gadis yang sudah diketahuinya. Dalam ungkapan¬ungkapan tidak resmi tanta akan menyampaikan bahwa seorang lelaki menaksir anak gadis dalam keluarga yang dikunjungi. Jika pano ahu ini berhasil maka proses pertunanganan dapat dilanjutkan. Perlu diketahui bahwa perempuan yang bisa dilamar adalah perempuan yang sudah melewati upacara dong werung, yakni upacara pemakaian selempang khusus dan legeng alang yaitu rambut di ikat berputar di atas kepala dan memakai heging atau tusuk konde adat.

gelang gading
     Tujuan upacara ini adalah memperkenalkan bahwa gadis ini sudah dewasa dan siap menjadi calon istri. Selempang yang dikenakan pada gadis itu umumnya warna-warni. Selain itu diberikan juga gelang perak yang bentuknya seperti ular (gelang ular) pada pergelangan tangan. Karena itu seorang gadis Sikka yang belum menikah tidak diperbolehkan (atau akan merasa malu kalau) memakai gelang gading sebab gelang gading hanya diperuntukkan bagi mereka yang sudah menikah.


     Tahap selanjutnya adalah "tung urut linong" , yaitu upacara pemberian sisir dan cermin termasuk juga buah-buahan serta kain kepada pihak perempuan. Pemberian ini merupakan ungkapan bahwa gadis tersebut sudah dipinang oleh seorang lelaki. Jika pemberian pihak laki-laki diterima maka pihak perempuan juga akan memberi " lipa " (sarung laki-laki hasil tenunan sendiri) dan lensu nujing (sapu tangan jahitan sendiri dengan sulaman khusus di bagian pinggirnya).


     Pada tahap awal pertunanganan ini ikatan perkawinan belum kuat. Secara adat kedua calon belum terikat secara ketat. Dapat saja terjadi bahwa salah sate plink mau mernbatatkan rencana pertunganan yang mulai terbentuk itu. Pihak yang mengingkari pertunanganan akan dituntut secara adat. Prinsip yang biasa dipakai dalam tuntutan adat seperti ini berbunyi: " bahar lopa tena dada, bala lopa tena repang".
Artinya, orang punya emas tidak boleh diuji keasliannya, prang punya gading tidak boleh diukur-ukur/ dipermaikan.

belis sikka
    
    Kalau seandainya laki-laki dituntut karena ia mengingkari pertunanganan itu maka ia dituntut untuk mermberikan sejumlah bayaran berupa uang dan kuda kepada pihak perempuan. Sebaliknya jika pihak perempuan yang memutuskan hubungan pertunanganan maka sebagai sanksi adat pihak laki-laki akan diberikan baju dan lipa oleh pihak perempuan. Pemberian secam ini disebut hok waeng atau pemberian penghapus rasa malu.




   Tahap selanjutnya adalah Persiapan Pembelisan, Pemberian Pembelisan dan Hari Peresmian Perkawinan.Ini adalah adat yang menarik dan perlu diketahui bagi kita-kita yang ingin meminang gadis yang berasal dari Etnis Sikka-Krowe,salah satu etnis dari enam kelompok etnis yang ada di Kabupaten Sikka.


Dikutip dari tulisan Alex Sila,S.Fil dan Agustinus Joram,S.Fil, Puslitbang STFK (Sekolah Tinggi Filsafat Khatolik) Ledalero, Kabupaten Sikka, 2008 dan inimaumere.com

KOmentar FACEBOOK