Jumat, 15 April 2011

Sejarah Singkat dan Gambaran Umum Orang Belu

Gambaran umum masyarakat Belu


kabupaten belu
Ditinjau dari segi budaya dan antropologis, penduduk Kabupaten Belu dalam susunan masyarakatnya terbagi atas empat sub etnik yang besar, yaitu Ema Tetun, Ema Kemak, dan Ema dawan Manlea.
Keempat sub etnik mendiami lokasi-lokasi dengan karerkteristik tertentu dengan kekhasan penduduk bermayoritas penganut agama Kristen Katolik. Masing-masing etnik tersebut mempunyai bahasa dan praktek budaya yang saling berbeda satu sama lain dan kesamaan dilain segi.
Kendati demikian masyarakat Belu dapat dengan mudah hidup rukun dikarenakan aspek kesamaan-kesamaan spesifik. Mata Pencaharian utama adalah bertani yang masih dikerjakan secara ekstensif tradisional.
      Dari aspek ekologis, kondisi tanah Belu sangat subur karena selain memiliki lapisan tanah jenis berpasir dan hitam juga dikondisikan dengan curah hujan yang relatif merata sepanjang tahun. Daerah Belu yang subur tersebut membuatnya potensial untuk dikembangkan menjadi daerah peternakan dan pertanian.
Sub sektor perikanan dengan kawasan pantai yang membentang dari Belu bagian selatan sampai utara turut mempengaruhi pemerataan pekerjaan dan pendapatan.
Selain itu, dari sub sektor kehutanan kontribusi yang diperoleh juga signifikan dengan beberapa jenis pohon produktif seperti cendana, eukaliptus, kayu merah dan jati. Dari sektor dan sub sektor lainnya seperti perdagangan dan jasa, industri dan lainnya juga memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pembentukan PDRB dan peningkatan PAD.


Sejarah singkat orang Belu

        Sesuai berbagai penelitian dan cerita sejarah daerah di Belu, manusia Belu pertama yang mendiami wilayah Belu adalah 'Suku Melus.' Orang Melus dikenal dengan sebutan Emafatuk oan ai oan (manusia penghuni batu dan kayu). Tipe manusia Melus adalah berpostur kuat, kekar orangnya dan bertubuh pendek. Selain para pendatang, yang menghuni Belu sebenarnya berasal dari Sina Mutin Malaka. Malaka sebagai tanah asal-usul pendatang di Belu yang berlayar menuju Timor melalui Larantuka.
Khusus untuk para pendatang baru yang mendiami daerah Belu terdapat berbagai versi cerita. Kendati Demikian, intinya bahwa, ada kesamaan universal yang dapat ditarik dari semua informasi dan data.
Ada cerita bahwa ada tiga orang bersaudara dari tanah Malaka yang datang dan tinggal di Belu, bercampur dengan suku asli Melus. Nama ketiga saudara itu menurut para tetua adat masing-masing daerah berlainan.

Dari makoan Fatuaruin menyebutnya
Nekin Mataus (Likusen)
Suku Mataus (Sonbay)
Bara Mataus (Fatuaruin)

Sedangkan Makoan asal Dirma menyebutnya
Loro Sankoe (Debuluk, Welakar)
Loro Banleo (Dirma, Sanleo)
Loro Sonbay (Dawan)

Namun menurut beberapa Makoan asal Besikama yang berasal dari Malaka ialah
Wehali Nain
Wewiku Nain
Haitimuk Naik

flores timur
    Bahwa para pendatang dari Malaka itu bergelar raja atau loro dan memiliki wilayah kekuasaan yang jelas dengan persekutuan yang akrab dan masyarakatnya. Kedatangan mereka ke tanah Malaka hanya untuk menjalin hubungan dagang antar daerah di bidang kayu cendana dan hubungan etnis keagamaan.
    Sedangkan dari semua pendatang di Belu itu pimpinan dipegang oleh Maromak Oan Liurai Nain di Belu bagian Selatan. Bahkan menurut para peneliti asing Maromak Oan kekuasaaannya juga merambah sampai sebahagian daerah Dawan (Insana dan Biboki). Dalam melaksanakan tugasnya di Belu, maromak Oan memiliki perpanjangan tangan yaitu Wewiku-Wehali dan Haitimuk Nain. Selain juga ada Fatuaruin, Sonabi dan Suai Kamanasa serta Loro Lakekun, Dirma, Fialaran, Maubara, Biboki dan Insana. Maromak Oan sendiri menetap di laran sebagai pusat kekuasaan kerajaan Wewiku-Wehali.
Para pendatang di Belu tersebut, tidak membagi daerah Belu menjadi Selatan dan Utara sebagaimana yang terjadi sekarang.
       Menurut para sejarahwan, pembagian Belu menjadi Belu bagian selatan dan utara hanyalah merupakan strategi pemerintah jajahan Belanda untuk mempermudah sistem pengontrolan terhadap masyarakatnya.
Dalam keadaan pemerintahan adat tersebut muncullah siaran dari pemerintah raja-raja dengan apa yang disebutnya Zaman Keemasan Kerajaan. Apa yang kita catat dan dikenal dalam sejarah daerah Belu adalah adanya kerajaan Wewiku-Wehali (pusat kekuasaan seluruh Belu). Di Dawan ada kerajaan Sonbay yang berkuasa di daerah Mutis. Daerah Dawan termasuk Miamafo dan Dubay sekitar 40.000 jiwa masyarakatnya.
      Menurut penuturan para tetua adat dari Wewiku-Wehali, untuk mempermudah pengaturan sistem pemerintahan, Sang Maromak Oan mengirim para pembantunya ke seluruh Belu sebagai Loro dan Liurai.

Tercatat nama-nama pemimpin besar yang dikirim dari Wewiku-Wehali seperti :
Loro Dirma, Loro Lakekun, Biboki Nain,
Harneno dan Insana Nain serta Nenometan Anas dan Fialaran.

Ada juga kerajaan Fialaran di Belu bagian Utara yang dipimpin Dasi Mau Bauk dengan kaki tangannya seperti :
Loro Bauho, Lakekun, Naitimu, Asumanu, Lasiolat dan Lidak.

      Selain itu, ada juga nama seperti Dafala, manleten, Umaklaran Sorbau. Dalam perkembangan pemerintahannya muncul lagi tiga bersaudara yang ikut memerintah di Utara yaitu Tohe Nain, Maumutin dan Aitoon. Sesuai pemikiran sejarahwan Belu, perkawinan antara Loro Bauho dan Klusin yang dikenal dengan nama As Tanara membawahi Dasi Sanulu yang dikenal sampai sekarang ini yaitu Lasiolat, Asumanu, Lasaka, Dafala, Manukleten, Sobau, LIdak, Tohe Manumutin, dan Aitoon.
Dalam berbagai penuturan di utara maupun di selatan terkenal dengan nama empat jalinan terkait. Di Belu Utara bagian Barat dikenal Umahat, Rin besi hat yaitu Dafala, Manuleten, Umaklaran Sorbau dibagian Timur ada Asumanu Tohe, Besikama-Lasaen, Umalor-Lawain.
      Dengan demikian rupanya keempat bersaudara yang satunya menjelma sebagai tak kelihatan itu yang menandai asal usul pendatang di Belu membaur dengan penduduk asli Melus yang sudah lama punah. (sumber: Bappeda Kabupaten Belu)

1 komentar:

God Blessing .... !!! Tiada kesan tanpa meninggalkan Jejak ...!!!

KOmentar FACEBOOK