Kamis, 04 April 2013

Adat Meminang Sikka-Krowe

      Perkawinan bisa dilihat sebagai sesuatu yang mutlak dan penting bagi kehidupan. Karena itu orang Sikka sendiri punya keyakinan bahwa perkawinan bersifat tak terceraikan. Hal ini juga terjadi dalam adat-istiadat setiap daerah. kali ini kita akan membahas tentang perkawinan di kabupaten sikka, kota maumere.

Lemer watu miu ruang, wawak papang miu ruang,
naha mate ko belung, naha bleut ko boar”. 

Itu merupakan kata-kata adat dalam sebuah perkawinan kabupaten sikka.Yang Artinya:

"susah senang sama--sama, mati dulu baru dilepas,
 tapi bukan mati saja melainkan sampai hancur". 

     Perkawinan dipandang sebagai persatuan antara laki-laki dan perempuan memiliki tujuan yang sangat mulia, yakni melestarikan kehidupan manusia melalui keturunan atau kelahiran anak.
Berikut ini adalah tahapan-tahapan dalam mewujudkan dua anak manusia dalam sebuah perkawinan yang sakral dalam adat budaya Sikka-Krowe.

Tahapan Persiapan Perkawinan dalam adat Sikka-Krowe meliputi Persiapan Pembelisan,Pemberian Pembeliasan,Hari Peresmian Perkawinan.

     Apa itu Etnis Sikka Krowe? Sikka-Krowe adalah sebutan khas untuk sebuah suku yang terdapat dalam wilayah Kabupaten Sikka.Sikka adalah nama yang menunjukan sebuah kampung tradisional di pantai selatan Kabupaten Sikka yang di kenal dengan Sikka Natar (Kampung Sikka), Krowe adalah orang pedalaman yang tinggal mulai dari Desa Nele di Kabupaten Sikka menuju arah Timur sampai Tanah Ai (wilayah kecamatan yang ada di timur Kabupaten Sikka,Flores).

     Tahap pertama dalam persiapan perkawinan adalah "pano ahu". Pano ahu berarti merintis jalan. Di sini tanta/tente (na'a/a'a dalam bahasa Sikka) memegang peran kunci untuk mencari informasi lebih jauh tentang si gadis. Secara sengaja atapun tidak sengaja tanta akan bertandang ke rumah gadis yang sudah diketahuinya. Dalam ungkapan¬ungkapan tidak resmi tanta akan menyampaikan bahwa seorang lelaki menaksir anak gadis dalam keluarga yang dikunjungi. Jika pano ahu ini berhasil maka proses pertunanganan dapat dilanjutkan. Perlu diketahui bahwa perempuan yang bisa dilamar adalah perempuan yang sudah melewati upacara dong werung, yakni upacara pemakaian selempang khusus dan legeng alang yaitu rambut di ikat berputar di atas kepala dan memakai heging atau tusuk konde adat.

gelang gading
     Tujuan upacara ini adalah memperkenalkan bahwa gadis ini sudah dewasa dan siap menjadi calon istri. Selempang yang dikenakan pada gadis itu umumnya warna-warni. Selain itu diberikan juga gelang perak yang bentuknya seperti ular (gelang ular) pada pergelangan tangan. Karena itu seorang gadis Sikka yang belum menikah tidak diperbolehkan (atau akan merasa malu kalau) memakai gelang gading sebab gelang gading hanya diperuntukkan bagi mereka yang sudah menikah.


     Tahap selanjutnya adalah "tung urut linong" , yaitu upacara pemberian sisir dan cermin termasuk juga buah-buahan serta kain kepada pihak perempuan. Pemberian ini merupakan ungkapan bahwa gadis tersebut sudah dipinang oleh seorang lelaki. Jika pemberian pihak laki-laki diterima maka pihak perempuan juga akan memberi " lipa " (sarung laki-laki hasil tenunan sendiri) dan lensu nujing (sapu tangan jahitan sendiri dengan sulaman khusus di bagian pinggirnya).


     Pada tahap awal pertunanganan ini ikatan perkawinan belum kuat. Secara adat kedua calon belum terikat secara ketat. Dapat saja terjadi bahwa salah sate plink mau mernbatatkan rencana pertunganan yang mulai terbentuk itu. Pihak yang mengingkari pertunanganan akan dituntut secara adat. Prinsip yang biasa dipakai dalam tuntutan adat seperti ini berbunyi: " bahar lopa tena dada, bala lopa tena repang".
Artinya, orang punya emas tidak boleh diuji keasliannya, prang punya gading tidak boleh diukur-ukur/ dipermaikan.

belis sikka
    
    Kalau seandainya laki-laki dituntut karena ia mengingkari pertunanganan itu maka ia dituntut untuk mermberikan sejumlah bayaran berupa uang dan kuda kepada pihak perempuan. Sebaliknya jika pihak perempuan yang memutuskan hubungan pertunanganan maka sebagai sanksi adat pihak laki-laki akan diberikan baju dan lipa oleh pihak perempuan. Pemberian secam ini disebut hok waeng atau pemberian penghapus rasa malu.




   Tahap selanjutnya adalah Persiapan Pembelisan, Pemberian Pembelisan dan Hari Peresmian Perkawinan.Ini adalah adat yang menarik dan perlu diketahui bagi kita-kita yang ingin meminang gadis yang berasal dari Etnis Sikka-Krowe,salah satu etnis dari enam kelompok etnis yang ada di Kabupaten Sikka.


Dikutip dari tulisan Alex Sila,S.Fil dan Agustinus Joram,S.Fil, Puslitbang STFK (Sekolah Tinggi Filsafat Khatolik) Ledalero, Kabupaten Sikka, 2008 dan inimaumere.com

5 komentar:

  1. Ada Sikka, Krowe,Tana Ai, Palue. Adat perkawinan di Kab. Sikka harus dimengerti munurut wilayah adat, tidak dapat digeneralisir.Orang Sikka beda dengan orang Krowe. Orang Krowe beda dengan Tana Ai dst baik dalam istilah dan tatacara.

    BalasHapus
  2. adat sikka perlu dijunjung tinggi. karena ini menjadi cerminan yang jelas dan menjadi melekatnya kekeluargaan, persatuan dan jati diri masyarakat sikka. hormati budayamu. kalau sampai lupa dengan budaya dan sejarah berarti anda lu dengan identitas diri anda

    BalasHapus
  3. keren brow ,semoga tradisi ini tidak lekas punah

    BalasHapus
  4. Bagaimana jika wanita palue misalnya dapat laki² luar daerah. Katakanlah dari makassar. Apakah adat tersebut masih berlaku.?

    BalasHapus

God Blessing .... !!! Tiada kesan tanpa meninggalkan Jejak ...!!!

KOmentar FACEBOOK